Kamis, Maret 07, 2013

Kamis, Maret 07, 2013 - No comments

Catatan Kaki buat PKS

Oddi Arma@odiology0Share


1362713047335952668
www.kompas.com
Sehari setelah mantan Presiden PKS ditahan, iseng saya bertanya tanggapan teman sekantor-seorang kader PKS-tentang peristiwa ini. “Fitnah akhir zaman. Kebenaran pasti menemukan jalannya,” begitu ucapnya yakin. Padahal, jawaban ini terucap beberapa hari sebelum pidato berapi-api Presiden Baru PKS, Anis Matta yang menyakini fitnah besar dan konspirasi tengah manghantam partai dakwah ini. “Ini baru partai kader yang solid” ucap saya dalam hati. Saya tidak perlu bertanya ke kader PKS yang lain, karena jawabannya pasti sama.
Mungkin di lingkungan kita, baik kantor maupun rumah sangat mudah mengidentifikasi keberadaan kader-kader partai berlambang bulan sabit kembar dan padi ini. Mereka hadir di tengah-tengah kita dan tanpa ragu menunjukkan identitasnya. Bahkan bangga. Hal yang jarang atau mungkin tidak akan ditemui oleh kader-kader partai lain. Coba Anda yang pekerja kantoran atau mahasiswa, apakah ada teman-teman Anda yang terang-terangan baik verbal maupun nonverbal mengatakan dirinya itu kader Demokrat, PDIP, PPP, apalagi Hanura? Saya yakin tidak ada. Kalaupun ada, segelintir.
PKS adalah partai kader. Partai yang dibangun di atas pemilih yang riil. Pemilih yang benar-benar ada, bukan diada-adakan. Partai yang dengan sungguh mencetak kader dan pemilih-pemilih yang militan. Jangan harap ini bisa ditemukan pada partai-patai lain, termasuk partai pemenang pemilu. Inilah satu-satunya partai yang mampu merengkuh banyak keluarga-keluarga di Indonesia menjadi pemilihnya. Jamak kita dengar omongan di masyarakat kalau keluarga si A atau si B itu PKS. Ini berarti mulai dari ayah, ibu, anak-anak dan mungkin bayi yang masih dalam kandungan adalah milik partai ini. Partai ini bukan hanya punya kader yang tetap, tetapi juga punya banyak calon-calon kader di masa mendatang.
Jadi jangan heran, badai korupsi yang menghantam PKS tidak akan punya pengaruh banyak terhadap militansi kader. ‘Cobaan memalukan’ ini malah memperkuat mereka, menambah rapat barisan mereka. Dua bukti baru saja terpampang. Dua jagoan mereka menang beruntun di Pilkada Jabar dan Sumut dengan suara yang cukup menyakinkan. Nada-nada optimisme para pengamat kalau PKS akan habis adalah suatu tanda kedangkalan berpikir dan bentuk ketidakpahaman seperti apa sebenarnya partai ini. Adalah salah besar mengganggap partai ini sama dengan kebanyakan partai lainnya yang di bangun di atas pondasi yang rapuh sehingga akan terberai walai badai hanya menyapu.
Fenomena PKS mengingatkan kita pada partai-partai pemenang Pemilu 1955. Saat itu, orang sangat mudah dikenali afiliasi politiknya. Tidak harus mengernyitkan dahi untuk tahu si A kader PNI, Si B aktivitis Masyumi, atau si C anggota PKI. Rakyat pada masa itu bangga berpartai dan tidak mudah pindah hati ke partai lain. Diantara partai besar saat itu, PKI adalah partai yang paling fenomenal. Bagaimana tidak, partai yang dicap ‘pengkhianat’ karena memproklamirkan berdirinya negara baru, Negera Republik Soviet Indonesia di Madiun (September 1948), tepat di saat bangsa ini sedang dihimpit Perjanjian Renville. PKI dianggap ‘menggunting dalam lipatan, menusuk dari belakang’ karena melemahkan perjuangan dengan mengadu kesatuan-kesatuan di dalam tentara nasional. Pemberontakan yang dapat ditumpas ini membuat nasib PKI diujung tanduk. Semua kebencian rakyat tercurah kepada partai Musso ini.
Tetapi siapa sangka, tujuh tahun kemudian, partai ini dipuja banyak rakyat miskin Indonesia. Perolehan suaranya mengejutkan. Kerja keras dan strategi cerdas membuatnya menjadi pemenang keempat setelah PNI, Masyumi, dan NU. Militansi kader-kadernya ternyata tidak redup walau dihantam prahara yang sangat serius, pemberontakan terhadap negara.
Jargon yang mereka tiupkan bahwa PKI adalah partai-nya rakyat, PNI partainya priayi, Masyumi dan NU partainya santri, bukan sekedar propaganda. PKI hadir di tengah-tengah masyarakat miskin. Kader-kadernya turun langsung membangun jembatan dan irigasi di desa-desa. Bahkan jika ada yang kehilangan sapi, kambing, bahkan ayam, rakyat memilih melaporkannya ke posko-posko partai ini dari pada ke polisi. Jika PNI, Masyumi, dan NU identik dengan partai massa dari pada partai kader, maka PKI adalah keduanya. Dia tidak hanya mampu mencetak kader-kader yang pintar tetapi juga mampu merengkuh rakyat menjadi pemilih setia dan mengarahkan mereka berjuang bersama menuju Indonesia tanpa kelas. Partai ini membentengi kader dan pemilihnya untuk tahan terhadap agitasi dan ancaman partai lain.
Memang seperti itulah idealnya sebuah partai politik dibangun. Partai yang mampu mencetak banyak orang yang awalnya acuh kepada kesusahan rakyat menjadi peduli dan ikhlas berjuang melalui partai untuk kemajuan bangsa, bukan semata mengejar kekuasaan. Partai yang melahirkan ‘agitator-agitator’ ulung yang mampu memengaruhi rakyat agar terus berpikir dan bertindak memajukan negara ini. Partai seperti ini tetap akan terus bertahan, tidak akan tergilas zaman walau diterjang badai sekencang apapun. Tetapi, partai seperti ini juga sekejap akan ambruk jika ternyata keringat dan perjuangan para kader di tingkat akar rumput dikhianati demi birahi para elite-nya. Seperti PKI yang hancur lebur bersama keblingernya sebagian pimpinannya.

0 Comment: